Fikih
1. Pengertian hibah
2. Hukum dan dalil hibah
3. Syarat dan rukun hibah
4. Mengambil kembali hibah
5. Macam-macam hibah
Jawaban:
1. Hibah berasal dari bahasa
Arab yang artinya pemberian. Sedangkan menurut istilah hibah ialah pemberian sesuatu yang dilakukan oleh seseorang ketika masih hidup kepada seseorang secara cuma-cuma, tanpa mengharapkan apa-apa kecuali ridha Allah Swt. semata.
2. ج َدِّلَسَّن َحاًّ تِلجاَ َزِتهاَ َوَل ْى ِِْسَطَت َشاٍة )زواه الشُسان(
Artinya: “Janganlah seseorang menganggap remeh tetangganya meskipun (hanya
dengan pemberian) berupa teracak kambing)”. (HR. Bukhari Muslim)
زِض َى هللاُ َعيلِدْبِن َعِدزاننُهَا َّن الَّنِبَّى َصَّلى هللاُ َعَلُِْه َوَطَّلَ ْ كاَ ٌَ : َم ْن َحاَءهُ ِم ْن َؤ ِزُِْهف ِم ْن َػْحِرِا ْطَسا ٍف َوالَ َم ْظإََلٍت َِْلَُْلَبْلُه َوالًََُسُّدهُ َِةَِّنَما ُهَى ِزْشٌق َطاَكُه هللاُ ِاَلُْوسعم. )زواه
Artinya :"Khalid bin Adi r.a berkata :”Sesungguhnya Nabi Saw. bersabda :”Barang siapa
yang diberi oleh saudaranya kebaikan dengan tidak berlebih-lebihan dan tidak dia minta
hendaklah diterima (jangan ditolak). Sesungguhnya yang demikian itu pemberian yang diberikan Allah kepadanya
3. a. Orang yang memberi hibah (waahib)
Waahib harus memiliki beberapa syarat antara lain:
1) Berhak dan cakap dalam membelanjakan harta, yakni baligh dan berakal.
2) Dilakukan atas dasar kemauan sendiri, bukan karena paksaan dari pihak lain.
3) Dibenarkan melakukan tindakan hukum.
b. Orang yang menerima hibah (mauhuub lahu)Penerima hibah (mauhuub lahu) disyaratkan sudah ada ketika akad hibah dilakukan. Jika ketika akad berlangsung tidak ada, atau hanya ada atas dasar perkiraan, seperti janin yang masih dalam kandungan ibunya, maka tidak sah dilakukan hibah kepadanya. Atau orang yang diberi hibah itu ada di waktu pemberian hibah, namun dia dalam keadaan terganggu akalnya, maka hibah tersebut diambil oleh walinya, pemeliharanya atau orang mendidiknya sekalipun dia tidak ada hubungan keluarga.
c. Barang yang dihibahkan (mauhuub)
Syarat barang yang dihibahkan (mauhub) antara lain:
1) Milik pemberi hibah (waahib).
2) Barang sudah ada ketika akad hibah berlangsung.
3) Memiliki nilai atau harga
4) Berupa barang yang boleh dimiliki menurut agama.
5) Telah dipisahkan dari harta milik pemberi hibah (waahib)
6) Barang bisa dipindahkan status kepemilikannya dari tangan pemberi hibah (waahib) kepada penerima hibah (mauhuub lahu)
d. Akad atau ijab dan kabul.
4. Hibah dapat dicabut karena beberapa sebab, antara lain:
a. Hibahnya orang tua terhadap anaknya, karena orang tua melihat bahwa mencabut itu demi menjaga kemaslahatan anaknya. Contoh seorang ayah menghibahkan sebuah motor kepada anaknya. Namun ternyata motor tersebut tidak digunakan semestinya dan sering bolos sekolah. Maka orang tua boleh menarik kembali hibahnya.
b. Bila dirasakan ada unsur ketidakadilan diantara anak-anaknya.
c. Bila dengan adanya hibah itu ada hal yang dapat menimbulkan iri hati dan fitnah dari pihak lain.
5. Hibah ada dua macam yaitu:
1. Hibah barang adalah memberikan harta atau barang kepada pihak lain yang
mencakup materi dan nilai manfaat harta atau barang tersebut, yang pemberiannya tanpa ada imbalan apapun. Misalnya menghibahkan rumah, sawah, mobil, sepeda motor, baju dan lain-lain.
2. Hibah manfaat, yaitu memberikan harta atau benda kepada pihak lain untuk
dimanfaatkan, namun materi harta atau barang itu tetap menjadi milik pemberi hibah. Dengan kata lain, dalam hibah manfaat itu penerima hibah hanya memiliki hak menggunakan saja. Untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, misalnya perselisihan di kelak kemudian hari, sebaiknya akad hibah dicatat di hadapan Notaris/PPAT dengan dibuatnya Akta hibah.
Komentar
Posting Komentar