ski

1. Shalahuddin Yusuf Al-Ayyubi Abdul Muzaffar Yusuf bin Najmuddin bin Ayyub. Shalahuddin Al-Ayyubi berasal dari bangsa Kurdi. Ayahnya Najmuddin Ayyub dan pamannya Asaduddin Syirkuh hijrah(migrasi) meninggalkan kampung halamannya dekat Danau Fan dan pindah ke daerah Tikrit (Irak). Shalahuddin lahir di benteng Tikrit, Irak tahun 532 H/1137 M, ketika ayahnya menjadi penguasa benteng Seljuk di Tikrit. Saat itu, baik ayah maupun pamannya mengabdi kepada Imaduddin Zanky, gubernur Seljuk untuk kota Mousul, Irak. Ketika Imaduddin berhasil merebut 
wilayah Balbek, Lebanon tahun 534 H/1139 M, Najmuddin Ayyub (ayah Shalahuddin) diangkat menjadi gubernur Balbek dan menjadi pembantu dekat Raja Suriah Nuruddin Mahmud. Selain mempelajari ilmu-ilmu agama, Shalahuddin mengisi masa mudanya dengan menekuni teknik perang, strategi, maupun politik. Setelah 
itu, Shalahuddin melanjutkan pendidikannya di Damaskus untuk mempelajari teologi Sunni selama sepuluh tahun, dalam lingkungan istana Nuruddin. Dari kecil sudah terlihat karakter kuat 
Salahudin yang rendah hati, santun serta penuh belas kasih. Salahudin tumbuh di lingkungan keluarga agamis dan dalam lingkungan keluarga ksatria.

2. Al-Malik Al-Adil Nuruddin Abul Qasim Mahmud bin 'Imaduddin Zengi (Februari 1118 – 15 Mei 1174), juga diketahui dengan nama Nur ad-Din, Nur al-Din, dan lain-lain (dalam bahasa Arab Nūruddīn) adalah anggota dari dinasti Zengi yang menguasai Libya dari tahun 1146 sampai tahun 1174. Ia bercita-cita untuk menyatukan pasukan Muslim dari Efrat sampai Mesir. Ia juga memimpin pasukannya melawan berbagai macam pasukan lain termasuk tentara salib.

3. Manshur bin Al- Aziz Sebagai seorang cucu pendiri dinasti Ayyubiyah (Salahuddin), al-Mansur menggantikan ayahnya, al-Aziz Utsman, setelah ia meninggal di tahun 1198. Ia berusia dua belas tahun ketika naik takhta. Keributan kemudian terjadi antara berbagai faksi militer tentang siapa yang seharusnya menjabat sebagai atabeg al-asakir (panglima dan pemimpin tertinggi). Salah satu faksi yang berselisih, kaum Salahiyyah atau para mamluk Salahuddin, menyatakan bahwa saudara Salahuddin yaitu al-Adil harus mengambil peran itu karena ia dipandang sebagai orang yang mampu dan berpengalaman. Faksi lain, kaum Asadiyyah, mamluk dari paman Salahuddin, Asad ad-Din Shirkuh, lebih memilih anak sulung Salahudin, al-Afdal.
Dalam perselisihan yang kemudian timbul, al-Afdal memiliki keunggulan awal karena ia tinggal di Mesir, sementara al-Adil di Suriah. Al-Afdal kemudian diangkat sebagai atabeg. Perang kemudian meletus di antara mereka dan al-Afdal menyerang Damaskus, tetapi ia kalah dengan cepat dan pada bulan Februari 1200, al-Adil memasuki Kairo. Dalam beberapa hari, ia menghapus nama al-Mansur dalam khotbah salat Jumat dan menggantikan itu dengan namanya sendiri, sehingga mendepak al-Mansur.
Setelah penjatuhannya dari takhta, al-Mansur diasingkan ke Aleppo, di Suriah. Di sana, dia tinggal di istana pamannya, Amir az-Zahir Ghazi, yang pada 1216, menempatkannya di garis penerus amir seandainya anak-anaknya meninggal terlebih dahulu. Tidak ada lagi yang diketahui tentang al-Mansur.

4. Sering dipanggil Al-Adil, nama lengkapnya Al-Malik Al-Adil Saifuddin Abu Bakar bin Ayyub, menjadi penguasa ke 4 Dinasti Ayyubiah yang memerintah pada tahun 596-615 H/1200-1218 M berkedudukan di Damaskus. Beliau putra Najmuddin Ayyub yang merupakan saudara muda Shalahuddin Yusuf AlAyyubi, dia menjadi Sultan menggantikan Al-Afdal yang gugur dalam peperangan.Al-Adil merupakan seorang pemimpin pemerintahan dan pengatur strategi yang berbakat dan efektif

5. Al-Kamil adalah anak dari Sultan al-Adil I ("Saphadin"), saudara Salahuddin al-Ayyubi ("Saladin"). Ayah al-Kamil sedang mengepung kota Mardin (sekarang Turki) pada tahun 1199 ketika dia dipanggil untuk segera menghadapi ancaman keamanan di Damaskus. Al-Adil meninggalkan al-Kamil untuk memimpin pasukan di sekitar Mardin melanjutkan pengepungan. Memanfaatkan ketidakhadiran Sultan, pasukan gabungan Mosul, Sinjar dan Jazirat bin Umar muncul di Mardin ketika kota itu hampir menyerah, dan menarik al-Kamil ke dalam pertempuran. Dia kalah telak dan mundur ke Mayyafariqin. Namun perbedaan pendapat dan kelemahan di antara lawan-lawannya membuat al-Kamil mampu mengamankan kekuasaan Ayyubiyah di wilayah Jazirah dengan merebut Harran (sekarang Turki).

6. Sultan Al-Adil Saifuddin atau Al-Malik al-Adil Sayf ad-Din Abu Bakar Ahmad bin Najm ad-Din Ayyub adalah khalifah keempat Dinasti Ayyubiyah. Ia memerintah dari tahun 1200 hingga 1218. 
Berikut adalah biografi Sultan Al-Adil Saifuddin: 
Lahir pada Juni 1145, kemungkinan di Damaskus, Suriah
Putra dari Najm ad-Din Ayyub, anggota keluarga Kurdi Ayyubiyah
Adik laki-laki dari Salahuddin Al-Ayyubi
Dijuluki Pedang Iman atau Sayf ad-Din
Menjadi gubernur di Aleppo pada tahun 1183–1186
Menjadi gubernur di Mesir selama Perang Salib Ketiga (1186–1192)
Menjadi gubernur provinsi utara Salahuddin pada tahun 1192–1193
Memerintah Mesir atas nama Salahuddin pada tahun 1174
Memerangi Tentara Salib
Menumpas pemberontakan Izzudin di Mosul pada tahun 1193
Menjadi gubernur Damaskus di Suriah setelah kematian Salahuddin
Menobatkan diri sebagai sultan keempat Dinasti Ayyubiyah pada tahun 1200

7. Sholeh Najmuddin
Lahir di Kairo sekitar tahun 1205
Meninggal di Mansoura pada 22 November 1249 Masa pemerintahannya merupakan periode penting dalam Perang Salib Ketujuh
Berjuang untuk mempertahankan kekuasaannya dari persaingan antara pemimpin Muslim dan pangeran Ayyubiyah
Mengandalkan resimen Mamluknya, Bahris, dan prajurit budak Turki Kipchak untuk mempertahankan kekuasaannya
Berhasil menguasai Damaskus pada tahun 1245 Berhasil merebut Ascalon pada tahun 1247 Meninggal karena penyakit pada musim gugur tahun 1249

8. Turanshah tidak dipercaya oleh ayahnya, yang mengirimnya ke Hasankeyf untuk menjauhkannya dari politik Mesir. Dia mengetahui kematian ayahnya dari Faris ad-Din Aktai , komandan Bahri Mamluk ayahnya , yang telah dikirim dari Mesir untuk membawanya kembali dan mengejar perang melawan Louis IX dari Prancis dan Perang Salib Ketujuh . Aktai tiba di Hasankeyf pada awal Ramadan 647/Desember 1249 dan beberapa hari kemudian, 11 Ramadan/18 Desember, Turanshah dan sekitar lima puluh sahabat telah berangkat ke Mesir. Kelompok itu mengambil rute memutar untuk menghindari dicegat oleh saingan Ayyubiyah yang bermusuhan dan pada 28 Ramadan 647/4 Januari 1250 mereka tiba di desa Qusayr, dekat Damaskus, membuat masuk seremonial mereka keesokan harinya, ketika Turanshah secara resmi diproklamasikan sebagai Sultan.

9. Al-Ashraf Musa Abu'l-Fath al-Muzaffar ad-Din, yang disebut Al-Ashraf (meninggal 27 Agustus 1237) adalah seorang penguasa Dinasti Ayyubiyah. Putra Sultan Al-Adil I, Al-Ashraf dipasang oleh ayahnya di Harran di 1201 sebagai Gubernur Jezireh. Setelah saudaranya Al-Mu'azhzham kematian pada 1227, Al-Ashraf menerima permintaan dari keponakannya, anak Al-Muazzam itu, An-Nasir Dawud, untuk bantuan dalam menentang agresi lain saudara Al-Ashraf, Al-Kamil dari Mesir. Sebaliknya, Al-Ashraf dan Al-Kamil datang ke kesepakatan untuk membagi tanah keponakan mereka di antara mereka. Al-Ashraf ditangkap Damaskus di Juni 1229 dan mengambil alih kota. Sebagai imbalannya, ia menyerahkan tanah di Mesopotamia ke Al-Kamil dan mengakui supremasi, sementara An-Nasir harus puas dengan memiliki sebuah kerajaan berpusat pada Kerak di wilayah Yordan. Beberapa tahun kemudian, Al-Ashraf mulai radang di bawah otoritas saudaranya, dan pada tahun 1237 bersekutu dengan Kay Qubad I, Seljuk Sultan Rum, dan berbagai pangeran Ayyubiyah yang berbasis di Suriah, melawan Al-Kamil. Namun, Kayqubad meninggal di awal musim panas tahun itu, dan Al-Ashraf sendiri meninggal pada tanggal 27 Agustus, putus aliansi. Al-Ashraf telah berhasil Damaskus oleh adiknya, As-Salih Ismail.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ski

SENI

B. Indonesia