Ppkn

 Perkuat Komitmen Kebangsaan

Sebuah bangsa akan tumbuh menjadi bangsa yang besar dan terhormat apabila memiliki nilai–nilai, semangat, dan komitmen kebangsaan yang tinggi. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar dan memiliki potensi serta kapasitas untuk menjadi bangsa yang bersatu dan maju. 

Kita semua mencintai bangsa ini. Kita juga memiliki harapan agar bangsa ini menjadi bangsa yang modern, maju, mandiri, dan demokratis. Untuk mewujudkannya, terdapat tantangan yang banyak. Namun, kita yakin dengan kesadaran, semangat, dan komitmen yang tinggi, kita dapat mengatasi semua itu.

A. Semangat dan Komitmen Kebangsaan Pendiri Negara

Soekarno mengulas pemikiran bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah takdir. Hal ini terungkap dalam pidato Soekarno tanggal 1 Juni 1945, yaitu sebagai berikut.

”Allah S.W.T membuat peta dunia, menyusun peta dunia. Kalau kita melihat peta dunia, kita dapat menunjukkan di mana ”kesatuan-kesatuan” di situ. 

Seorang anak kecil pun -jikalau ia melihat peta dunia-ia dapat menunjukkan bahwa kepulauan Indonesia merupakan satu kesatuan. Pada peta itu, dapat ditunjukkan satu kesatuan gerombolan pulau-pulau di antara 2 lautan yang besar, Lautan Pasiik dan Lautan Hindia, dan di antara 2 benua, yaitu Benua Asia dan Benua Australia. Seorang anak kecil dapat mengatakan, bahwa pulau-pulau Jawa, Sumatera, Borneo, Selebes, Halmahera, Kepulauan Sunda Kecil, Maluku dan lain-lain pulau kecil di antaranya, adalah satu kesatuan. 

Demikan pula tiap-tiap anak kecil dapat melihat pada peta bumi, bahwa pulau-pulau Nippon yang membentang pada pinggir timur Benua Asia sebagai golbreker atau penghadang gelombang Lautan Pasiik, adalah satu kesatuan.

Anak kecil pun dapat melihat, bahwa tanah India adalah satu kesatuan di Asia Selatan, dibatasi oleh Lautan Hindia yang luas dan Gunung Himalaya. 

Seorang anak kecil pula dapat mengatakan, bahwa kepulauan Inggris adalah satu kesatuan.

Griekenland atau Yunani dapat ditunjukkan sebagai satu kesatuan pula. Itu ditaruhkan oleh Allah S.W.T demikian rupa. Bukan Sparta saja, bukan Athena saja, bukan Macedonia saja, tetapi Sparta plus Athena plus Macedonia plus daerah Yunani yang lain-lain -segenap kepulauan Yunaniadalah satu kesatuan. 

Maka manakah yang dinamakan tanah tumpah darah kita, tanah air kita? Menurut geopolitik, maka Indonesialah tanah air kita. Indonesia yang bulat-bukan Jawa saja, bukan Sumatera saja, atau Borneo saja, atau Selebes saja, atau Ambon saja, atau Maluku saja, tetapi segenap kepulauan yang ditunjuk oleh Allah S.W.T menjadi suatu kesatuan antara dua benua dan dua samudera-itulah tanah air kita!

Maka jikalau saya ingat perhubungan antara orang dan tempatantara rakyat dan buminya-maka tidak cukuplah deinisi yang dikatakan Ernest Renan dan Otto Bauer itu. Tidak cukup le desir d’etre ensemble, tidak cukup deinisi Otto Bauer aus Schiksalsgemeinschat erwachsene 

Charaktergemeinschat itu.Maaf, Saudara-saudara, saya mengambil contoh Minangkabau. Di antara bangsa Indonesia, yang paling ada le desir d’etre ensemble adalah rakyat Minangkabau, yang banyaknya kira-kira 2 milyun.Rakyat ini merasa dirinya satu keluarga. Tetapi Minangkabau bukan satu kesatuan, melainkan hanya satu bagian kecil dari satu kesatuan! Penduduk Yogya pun adalah merasa le desir d’etre ensemble, tetapi Yogya pun hanya satu bahagian kecil dari satu kesatuan. Di Jawa Barat rakyat Pasundan sangat merasakan le desir d’etre ensemble, tetapi Sunda pun hanya satu bagian kecil dari satu kesatuan.

Pendek kata, bangsa Indonesia -Natie Indonesia-bukanlah sekadar contoh satu golongan orang yang hidup dengan le desir d’etre ensemble di atas daerah yang kecil seperti Minangkabau, atau Madura, atau Yogya, atau Sunda, atau 

Bugis, tetapi bangsa Indonesia ialah seluruh manusia-manusia yang menurut geopolitik, yang telah ditentukan oleh Allah SWT, tinggal di kesatuannya semua pulau-pulau Indonesia dari ujung Utara Sumatera sampai ke Irian! Seluruhnya! Karena antara 70.000.000 ini sudah ada le desir d’etre ensemble, sudah terjadi Charaktergemeinschat! Natie Indonesia, bangsa Indonesia, umat Indonesia jumlah orangnya adalah 70.000.000, tetapi 70.000.000 yang telah menjadi satu, satu, sekali lagi satu!

Ke sinilah kita semua harus menuju: Mendirikan satu Nationale Staat, di atas kesatuan bumi Indonesia dari ujung Sumatera sampai ke Irian. Saya yakin tidak ada satu golongan di antara Tuan-tuan yang tidak mufakat, baik Islam maupun golongan yang dinamakan ”golongan kebangsaan”. Ke sinilah kita harus menuju semuanya.

Bangsa Indonesia lahir dan bangkit melalui sejarah perjuangan bangsa yang pernah dijajah oleh Belanda dan Jepang. Akibat penjajahan, bangsa Indonesia sangat menderita, tertindas lahir dan batin, mental dan materiil, mengalami kehancuran di bidang ekonomi, politik, sosial, budaya, dan pertahanan keamanan hingga sisa-sisa kemegahan dan kejayaan Nusantara seperti Sriwijaya dan Majapahit yang dimiliki rakyat di bumi pertiwi, sirna dan hancur tanpa sisa.

Sejarah Indonesia meliputi suatu rentang waktu yang sangat panjang dimulai sejak zaman Prasejarah berdasarkan penemuan ”Manusia Jawa”. Secara geologi, wilayah Nusantara merupakan pertemuan antara tiga lempeng benua, yaitu Lempeng Eurasia, Lempeng Indo-Australia, dan Lempeng Pasiik.

Para cendekiawan India telah menulis tentang Dwipantara atau kerajaan Hindu Jawa Dwipa di pulau Jawa dan Sumatera sekitar 200 SM. Bukti isik awal yang menyebutkan mengenai adanya dua kerajaan bercorak Hinduisme pada abad ke-5, yaitu Kerajaan Tarumanagara yang menguasai Jawa Barat dan Kerajaan Kutai di pesisir Sungai Mahakam, Kalimantan. 

Pada abad ke-4 hingga abad ke-7, di wilayah Jawa Barat terdapat kerajaan bercorak Hindu-Budha, yaitu Kerajaan Tarumanagara yang dilanjutkan dengan Kerajaan Sunda sampai abad ke-16. Pada masa abad ke-7 hingga abad ke-14, Kerajaan 

Buddha Sriwijaya berkembang pesat di Sumatera yang beribu kota di Palembang. 

Pada puncak kejayaannya, Sriwijaya menguasai daerah sejauh Jawa Barat dan Semenanjung Melayu. 

Selanjutnya, abad ke-14 juga menjadi saksi bangkitnya sebuah kerajaan Hindu di Jawa Timur, Majapahit. Patih Majapahit antara tahun 1331 hingga 1364, Gajah Mada berhasil memperoleh kekuasaan atas wilayah yang kini sebagian besarnya adalah Indonesia beserta hampir seluruh Semenanjung Melayu. 

Kejayaan Sriwijaya dan Majapahit merupakan sejarah awal pengenalan wilayah kepulauan Nusantara yang merupakan tanah air bangsa Indonesia. Sebutan nusantara diberikan oleh seorang pujangga pada masa Kerajaan Majapahit, kemudian pada masa penjajahan Belanda, sebutan ini diubah oleh pemerintah Belanda menjadi Hindia Belanda.

Dalam buku Empat Pilar Kehidupan Berbangsa dan Bernegara (2012) dijelaskan bahwa Indonesia berasal dari bahasa latin indus dan nesos yang berarti India dan pulau-pulau. Indonesia merupakan sebutan yang diberikan untuk pulau-pulau yang ada di Samudra India dan itulah yang dimaksud sebagai satuan pulau yang kemudian disebut dengan Indonesia.

Pada tahun 1850, George Windsor Earl seorang etnolog Inggris mengusulkan 

istilah Indunesians dan preperensi Malayunesians untuk penduduk kepulauan 

Hindia atau Malayan Archipelago. Kemudian, seorang mahasiswa bernama 

Earl James Richardison Logan menggunakan Indonesia sebagai sinonim untuk 

Kepulauan Hindia. Namun, di kalangan akademik Belanda, di Hindia Timur 

enggan menggunakan Indonesia. Sebaliknya, mereka menggunakan istilah Melayu 

Nusantara (Malaische Archipel). Sejak tahun 1900, nama Indonesia menjadi lebih 

umum di kalangan akademik di luar Belanda, dan golongan nasionalis Indonesia 

menggunakan nama Indonesia untuk ekspresi politiknya. Adolf Bastian dari 

Universitas Berlin memopulerkan nama Indonesia melalui bukunya Indonesien oder 

die inseln des malayischen arcipels (1884-1894). Kemudian, sarjana bahasa Indonesia 

pertama yang menggunakan nama Indonesia adalah Suwardi Suryaningrat (Ki Hajar 

Dewantara) ketika ia mendirikan kantor berita di Belanda dengan nama Indonesisch 

Pers-Bureau di tahun 1913. 

Penduduk yang hidup di wilayah Nusantara menempati ribuan pulau. Nenek 

moyang masyarakat Nusantara hidup dalam tata masyarakat yang teratur, bahkan 

dalam bentuk sebuah kerajaan kuno, seperti Kutai yang berdiri pada abad IV di 

Kalimantan Timur, Tarumanegara di Jawa Barat, dan Kerajaan Cirebon pada abad 

XV (Setidjo, Pandji, 2009). Kemudian, beberapa abad setelah itu, berdiri Kerajaan 

Sriwijaya pada abad V, Kerajaan Majapahit pada abad XIII, dan Kerajaan Mataram 

pada abad VII.

Kerajaan Sriwijaya, Majapahit dan Mataram menunjukkan kejayaan yang dimiliki wilayah Nusantara. Pada waktu itu, sejarah mencatat bahwa wilayah Nusantara 

berhasil dipersatukan dan mengalami kemakmuran yang dirasakan seluruh rakyat. 

Bung Karno pernah menyampaikan bahwa:

”Kita hanya dua kali mengalami nationale staat, yaitu di zaman Sriwijaya dan di 

zaman Majapahit... nationale staat hanya Indonesia seluruhnya, yang telah berdiri di 

zaman Sriwijaya dan Majapahit dan yang kini pula kita harus dirikan bersama-sama.” 

(Pidato ”Lahirnya Pacasila” yang disampaikan Bung Karno di depan Dokuritsu Junbi 

Tyoosakai pada 1 Juni 1945).

Kerajaan Majapahit merupakan cikal bakal negara Indonesia. Majapahit yang 

keberadaannya sekitar abad XIII sampai abad XV adalah kerajaan besar yang sangat 

berjaya, terlebih pada masa pemerintahan Mahapatih Gajah Mada yang wafat di 

sekitar 1360-an. Gajah Mada adalah Mahapatih Majapahit yang sangat disegani, 

dialah yang berhasil menyatukan Nusantara yang terkenal dengan ”Sumpah Palapa” 

(sumpah yang menyatakan tidak akan pernah beristirahat atau berhenti berpuasa 

sebelum Nusantara bersatu).

Sumpah Palapa yang dinyatakan Gajah Mada merupakan bukti semangat yang 

kuat untuk menggapai cita-cita pribadi maupun cita-cita Kerajaan Majapahit untuk 

mempersatukan Nusantara. Semangat mengandung arti tekad dan dorongan hati yang 

kuat untuk menggapai keinginan atau hasrat tertentu. Komitmen adalah sikap dan 

perilaku yang ditandai oleh rasa memiliki, memberikan perhatian, serta melakukan 

usaha untuk mewujudkan harapan dan cita-cita dengan sungguh-sungguh. Seseorang 

yang memiliki komitmen terhadap bangsa adalah orang yang akan mendahulukan 

kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi dan golongan.

Para pendiri negara merupakan contoh yang baik dari orang-orang yang memiliki 

semangat yang kuat dalam membuat perubahan, yaitu perubahan dari negara terjajah 

menjadi negara yang merdeka dan sejajar dengan negara-negara lain di dunia. Salah 

satu pendiri negara memiliki semangat untuk memperbaiki kehidupan yang lebih 

baik bagi diri, bangsa, dan negara. 

Berikut ini kalian dapat mengkaji bagaimana keras dan sulitnya perjuangan 

pendiri negara, yaitu Ir. Soekarno dan Mohammad Hatta dalam memperjuangkan 

kemerdekaan bangsa Indonesia.

a. Ir. Soekarno 

Presiden pertama Republik Indonesia, Soekarno yang biasa dipanggil Bung Karno, 

lahir di Blitar, Jawa Timur, 6 Juni 1901 dan meninggal di Jakarta, 21 Juni 1970. 

Ayahnya bernama Raden Soekemi Sosrodihardjo dan ibunya Ida Ayu Nyoman Rai. 

Masa kecil Soekarno hanya beberapa tahun hidup bersama orang tuanya di 

Blitar. Semasa SD hingga tamat, beliau tinggal di Surabaya, indekos di rumah Haji 

Oemar Said Tokroaminoto, politisi kawakan pendiri Syarikat Islam. Kemudian, 

beliau melanjutkan sekolah di HBS (Hoogere Burger School). Saat belajar di HBS, 

Soekarno telah menggembleng jiwa nasionalismenya. Selepas lulus HBS tahun 1920, 

Soekarno pindah ke Bandung dan melanjut ke THS (Technische Hoogeschool atau 

sekolah Tekhnik Tinggi yang sekarang menjadi ITB). Ia berhasil meraih gelar ”Ir pada 25 Mei 1926.

Perjuangan Ir. Soekarno didasarkan semangat 

dan komitmen akan kemerdekaan Indonesia. Untuk 

me raih kemerdekaan, pergerakan perjuangan harus 

ter organisasi. Maka, bersama teman-temannya, 

Ir. Soekarno pada tanggal 4 Juli 1927 mendirikan mendirikan PNI (Partai Nasional lndonesia) pada tanggal 4 

Juli 1927. Komitmen dan perjuangan Soekarno untuk 

kemerdekaan menyebabkan Soekarno ditangkap dan 

pada tanggal 30 Desember 1929 Soekarno dijebloskan 

ke penjara Banceuy, Bandung. 

Di penjara Banceuy, Ir. Soekarno mendekam 

selama delapan bulan atas tuduhan pemberontakan. 

Soekarno yang menjabat Ketua PNI dijebloskan ke 

Penjara Banceuy bersama rekan satu pergerakannya, 

yaitu R. Gatot Mangkoepradja (Sekretaris II PNI Pusat PNI), Maskoen Soemadiredja 

(Sekretaris II Cabang Bandung), dan Soepriadinata (Anggota PNI Cabang Bandung).

Di penjara itu Banceuy, Soekarno me nempati sel nomor 5 yang hanya ber ukuran 

2,5 × 1,5 meter dan berisi kasur lipat juga toilet nonpermanen. Ruangan pengap 

dan gelap dalam penjara Banceuy tidak meruntuhkan semangat dan komitmen Ir. 

Soekarno untuk terus berjuang bagi kemerdekaan Indonesia. 

Pada tahun 1930, Ir. Soekarno di -

pindah kan ke Penjara Sukamiskin, 

Bandung. Soekarno kembali harus merasakan lembabnya salah satu sel dari 552 

sel yang ada di Sukamiskin. Di kamar 

TA 01, Ir. Soekarno menyusun pledoi 

(pembelaan) yang berjudul Indonesia 

Menggugat ditulis dengan beralaskan 

penutup dari closet duduk yang dijadikan 

meja untuk menulis di dalam cahaya 

yang terbatas. Pledoi tersebut dibacakan 

dalam persidangan di gedung pengadilan 

kolonial (Lanraad) Bandung. 

Soekarno dalam pembelaannya yang 

berjudul Indonesia Menggugat, meng -

ungkapkan bahwa bangsa Belanda sebagai bangsa yang serakah yang telah 

menindas dan merampas kemerdekaan 

Bangsa Indonesia. Pembelaannya itu 

membuat Belanda makin marah sehingga PNI bentukan Soekarno dibubarkan pada bulan Juli 1930. Setelah keluar dari penjara, ia kemudian bergabung 

dengan Partindo karena ia sudah tidak memiliki partai lagi, Soekarno kemudian kemudian diasingkan ke Flores dan empat tahun kemudian ia dibuang ke Bengkulu 

dan dibebaskan tahun 1942 menjelang kedatangan penjajahan Jepang. 

Setelah Indonesia merdeka pada tanggal 17 Agustus 1945, bukan berarti perjuangan Soekarno berakhir. Pada tahun 1948, Soekarno setelah Agresi Militer 

Belanda II, Soekarno kembali diasingkan ke Parapat, Sumatera Utara. Dari Parapat, 

Soekarno kemudian dipindahkan ke Bukit Manumbing, Bangka. 

Penjara, dibuang, dan hidup dalam penderitaan tidak membuat semangat dan 

tekad Soekarno untuk kemerdekaan dan kejayaan bangsa Indonesia surut. Komitmen 

untuk hidup berjuang menciptakan perubahan yang lebih baik sudah seharusnya 

ada dalam diri seluruh bangsa Indonesia. Penderitaan anggaplah sebagai sebuah 

tantangan untuk menjadi lebih baik. 

b. Mohammad Hatta

Dr. H. Mohammad Hatta lahir di Bukittinggi, 12 Agustus 1902. Moh. Hatta merupakan organisatoris, aktivis partai politik, negarawan, proklamator, pelopor koperasi, 

dan wakil presiden pertama di Indonesia.

Kiprahnya di bidang politik dimulai saat ia terpilih menjadi bendahara Jong 

Sumatranen Bond wilayah Padang pada tahun 1916. Pengetahuan politiknya 

berkembang dengan cepat saat Hatta sering menghadiri berbagai ceramah dan 

pertemuan-pertemuan politik. Secara berkelanjutan, Hatta melanjutkan kiprahnya 

terjun di dunia politik. 

Sampai pada tahun 1921, Hatta menetap di Rotterdam, Belanda dan bergabung 

dengan sebuah perkumpulan pelajar tanah air yang ada di Belanda, Indische 

Vereeniging. Mulanya, organisasi tersebut hanyalah merupakan organisasi perkumpulan bagi pelajar, tetapi segera berubah menjadi organisasi pergerakan 

kemerdekaan saat tiga tokoh Indische Partij (Suwardi Suryaningrat, Douwes Dekker, 

dan Tjipto Mangunkusumo) bergabung dengan Indische Vereeniging yang kemudian 

berubah nama menjadi Perhimpunan Indonesia (PI).

Di Perhimpunan Indonesia, Hatta mulai meniti 

karier di jenjang politiknya sebagai bendahara pada 

tahun 1922 dan menjadi ketua pada tahun 1925. Saat 

terpilih menjadi Ketua PI, Hatta mengumandangkan 

pidato inagurasi yang berjudul ”Struktur Ekonomi 

Dunia dan Pertentangan Kekuasaan”.

Pada tahun 1927, Hatta bergabung dengan 

Liga Menentang Imperialisme dan Kolonialisme di 

Belanda dan berkenalan dengan aktivis nasionalis 

India, Jawaharhal Nehru. Aktivitas politik Hatta pada 

organisasi ini menyebabkan dirinya ditangkap tentara 

Belanda bersama dengan Nazir St. Pamontjak, Ali 

Sastroamidjojo, dan Abdul Madjid Djojodiningrat 

sebelum akhirnya dibebaskan setelah ia berpidato 

dengan pidato pembelaan berjudul: Indonesia Free 

Selanjutnya, pada tahun 1932, Hatta kembali ke Indonesia. Bulan September 

1932, Bung Hatta berjumpa Bung Karno untuk pertama kalinya. Sejak itu, keduanya 

seperti dipertautkan alam, berjuang bersama membela Tanah Air. Pada tahun 

1933, Soekarno diasingkan ke Ende, Flores. Aksi ini menuai reaksi keras Hatta. 

Ia mulai menulis mengenai pengasingan Soekarno pada berbagai media. Akibat 

aksi Hatta inilah pemerintah kolonial Belanda mulai memusatkan perhatian pada 

Partai Pendidikan Nasional Indonesia dan menangkap para pimpinan partai yang 

selanjutnya diasingkan ke Digul, Papua.

Pada masa pengasingan di Digul, Hatta aktif menulis di berbagai surat kabar. Ia 

juga rajin membaca buku yang ia bawa dari Jakarta untuk kemudian diajarkan kepada 

teman-temannya. Selanjutnya, pada tahun 1935, saat pemerintahan kolonial Belanda 

berganti, Hatta dan Sjahrir dipindah lokasikan ke Banda neira. Di sanalah, Hatta dan 

Sjahrir mulai memberi pelajaran kepada anak-anak setempat dalam bidang sejarah, 

politik, dan lainnya.

Setelah delapan tahun diasingkan, Hatta dan Sjahrir dibawa kembali ke Sukabumi 

pada tahun 1942. Selang satu bulan, pemerintah kolonial Belanda menyerah pada 

Jepang. Pada saat itulah, Hatta dan Sjahrir dibawa ke Jakarta.

Setelah Agresi Militer II tanggal 19 Desember 1948, Soekarno dan Hatta ditangkap 

dan diasingkan ke Giri Sasana Menumbing, di Muntok, Kabupaten Bangka Barat. 

Selain Bung Karno dan Hatta, sejumlah tokoh nasional juga di asingkan di bangunan 

yang terletak di pucuk Gunung Menumbing. Sekretaris Negara Pringgodigdo, 

Menteri Luar Negeri Agus Salim, Menteri Pengajaran Ali Sastroamidjojo, Ketua 

Badan KNIP Mr Assaat, Wakil Perdana Menteri Mr Moh Roem dan Kepala Staf 

Angkatan Udara Komodor Udara S. Suryadarma merupakan tokoh-tokoh yang 

bersama Soekarno dan Hatta diasingkan di Bangka.

Pada tanggal 14 Maret 1980, Hatta wafat di RSUD dr. Cipto Mangunkusumo. 

Karena perjuangannya bagi Republik Indonesia sangat besar, Hatta mendapatkan 

anugerah tanda kehormatan tertinggi ”Bintang Republik Indonesia Kelas I” yang 

diberikan oleh Presiden Soeharto.

Semangat dan komitmen kebangsaan bukan hanya ditunjukkan oleh Soekarno 

dan Moh. Hatta. Banyak tokoh pendiri negara lainnya yang memiliki semangat dan 

komitmen kebangsaan yang kuat. 

B. Bentuk-Bentuk Semangat dan Komitmen Kebangsaan yang 

Ditunjukkan Pendiri Negara

Sebelumnya, kalian telah mempelajari bagaimana pendiri negara berjuang merebut 

dan mempertahankan kemerdekaan. Selanjutnya, marilah kita mereleksi diri 

masing-masing apakah kita termasuk orang yang bersemangat dalam mengejar 

cita-cita? Janganlah kita sebagai pelajar berharap sesuatu itu terjadi tanpa ada usaha 

untuk mendapatkan nya. 

Semangat mengandung arti tekad dan dorongan hati yang kuat untuk menggapai 

keinginan atau hasrat tertentu. Para pendiri negara bersemangat berjuang untuk 

kemerdekaan Indonesia. Pelajar bersemangat belajar untuk menyongsong masa 

depan dan untuk pembangunan bangsa Indonesia. 

Apabila kita maknai lebih jauh tentang semangat dan komitmen kebangsaan, 

pendiri negara memiliki jiwa, semangat, dan nilai-nilai yang sangat tinggi terhadap 

bangsa dan negara. Jiwa, semangat, dan komitmen dalam perjuangan merebut 

kemerdekaan disebut juga sebagai nilai-nilai kejuangan 45. Masalahnya, apakah 

dalam alam kemerdekaan, nilai-nilai 45 perlu terus digelorakan? Untuk siapa, di 

mana, kapan, mengapa dan bagaimana manfaatnya? Dengan memahami nilai-nlai 

45 diharapkan bisa menjawab masalah tersebut.

Jiwa, semangat, dan nilai-nilai kejuangan bangsa Indonesia tidak lahir seketika, 

tetapi merupakan proses perkembangan sejarah dari zaman ke zaman. Artinya, 

bahwa embrio nilai itu sudah ada dari zaman kerajaan, hanya belum muncul dan 

dirumuskan. Barulah tercapainya titik kulminasi atau titik puncak pada tahun 1945 

nilai-nilai itu disepakati sebagai dasar/landasan/kekuatan dan daya dorong bagi para 

pendiri Republik Indonesia. 

Untuk memperoleh gambaran tentang nilai-nilai 45 yang berkembang pada 

setiap zamannya, diadakan periodisasi sebagai berikut.

1) Periode I: Masa sebelum Pergerakan Nasional

Sejak dahulu, Nusantara dimiliki oleh kerajaan yang merdeka dan berdaulat. 

Kehidupan dalam kerajaan juga diisi oleh kerukunan dan kedamaian antara pemeluk agama, baik Hindu, Buddha, Islam, Katolik, Kristen, Konghucu dan 

Penganut Kepercayaan. Pada waktu itu, sudah mulai timbul jiwa, semangat, 

dan nilai-nilai kejuangan, yaitu kesadaran harga diri, jiwa merdeka, ketakwaan 

kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan kerukunan hidup umat beragama serta 

kepeloporan dan keberanian.

2) Periode II: Masa Pergerakan Nasional

Sebelum perjuangan di masa pergerakan nasional perjuangan masih bersifat 

kedaerahan. Perlawanan di wilayah Nusantara yang bersifat kedaerahan seperti 

dilakukan Sultan Hasanuddin (1633-1636), Kapitan Pattimura (1817), Pangeran 

Diponegoro (1825-1830), dan masih banyak lagi. Namun, perlawanan masih 

bersifat lokal dan tidak ada koordinasi sehingga mampu dipatahkan oleh 

Belanda.

Dalam masa pergerakan nasional jiwa merdeka makin menggelora. Rasa 

harga diri bangsa yang tidak mau dijajah menggugah semangat mereka dan 

perlawanan seluruh masyarakat terhadap penjajah untuk berusaha merebut 

kembali kedaulatan dan kehormatan bangsa. Timbullah jiwa, semangat, dan 

nilai-nilai kejuangan, nilai harkat dan martabat manusia, jiwa dan semangat 

kepahlawanan, kesadaran anti penjajah/penjajahan, kesadaran persatuan dan 

kesatuan perjuangan. 

Tahap awal perjuangan nasional ditandai dengan lahirnya Budi Utomo 

(1908), Serikat Dagang Islam/Serikat Islam (1912). Pada Tahun 1928, terjadilah 

Sumpah Pemuda yang merupakan manifestasi tekad dan keinginan bangsa 

Indonesia dalam menemukan dan menentukan identitas, rasa harga diri sebagai 

bangsa, rasa solidaritas menuju persatuan dan kesatuan bangsa lalu menjurus 

pada kemerdekaan dan kedaulatan bangsa.

Jepang menjajah Indonesia tahun 1942-1945. Akibat penjajahan Jepang, 

rakyat Indonesia mengalami penderitaan. Namun, penggemblengan pemuda 

dapat menimbulkan semangat yang kukuh dan memupuk militansi yang tinggi 

untuk merdeka. Penggemblengan oleh Jepang menimbulkan hikmah dan 

manfaat untuk merebut kemerdekaan.

Tahap perjuangan antara kebangkitan nasional dan akhir masa penjajahan 

Jepang merupakan persiapan kemerdekaan.  Jiwa, semangat, dan nilai-nilai 

kejuangan makin menggelora.

3) Periode III: Masa Proklamasi dan Perang Kemerdekaan

Pada tanggal 17 Agustus 1945, bangsa Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya. Lahirnya negara Republik Indonesia tidak diterima pihak Belanda. 

Belanda ingin menjajah kembali. Mulailah bangsa Indonesia melakukan 

perjuangan dalam segala bidang. Bangsa Indonesia mencintai perdamaian tetapi 

lebih mencintai kemerdekaan. Oleh karenanya, bangsa Indonesia berjuang 

dengan mengangkat senjata, berjuang dalam bidang politik dan melakukan 

diplomasi. 

Perjuangan mempertahankan kemerdekaan melahirkan nilai-nilai operasional yang memperkuat jiwa, semangat, dan nilai-nilai kejuangan, terutama rasa 

harga diri sebagai bangsa yang merdeka, semangat untuk berkorban demi tanah 

air, bangsa dan negara. Perjuangan bangsa Indonesia sampai ke periode ketiga 

ini diberi nama sebagai Jiwa, Semangat, dan nilai-nilai 45.

4) Periode IV: Masa Perjuangan Mengisi Kemerdekaan.

Perjuangan masa ini tidak terbatas waktu karena perjuangan bermaksud 

mencapai tujuan akhir nasional seperti yang tercantum dalam UUD 1945. 

Dalam periode ini, jiwa, semangat, dan nilai-nilai kejuangan yang berkembang 

sebelumnya tetap lestari, yaitu nilai-nilai dasar yang terdapat pada Pancasila, 

Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945.

Nilai yang mengalami perubahan adalah nilai operasional. Dalam masa 

perjuangan mengisi kemerdekaan, kemungkinan nilai-nilai semangat juang 

akan bertambah. Secara kualitatif, kemungkinan akan mengalami perubahan perubahan sesuai dinamika dan kreativitas dalam kehidupan bermasyarakat, 

berbangsa, dan bernegara.

Pada saat ini, tantangan kehidupan berbangsa dan bernegara tidaklah kecil. 

Tantangan menjaga keutuhan dan kejayaan bangsa dapat datang dari dalam dan luar 

negeri. Malas, korupsi, pemberontakan, dan krisis ekonomi merupakan tantangan 

yang berasal dari dalam dan harus dihadapi oleh seluruh anggota masyarakat. 

Penjajahan secara isik pada saat ini kemungkinannya sangat kecil terjadi, tetapi 

ancaman dari luar yang bersifat nonisik seperti gaya hidup, datangnya ajaran yang 

tidak sesuai dengan Pancasila janganlah dianggap sebelah mata. 

Untuk menghadapi semua tantangan tersebut, jiwa dan semangat 45 patut kiranya 

untuk tetap dipertahankan. Semangat 45 adalah dorongan dan manifestasi dinamis 

dari jiwa 45 yang membangkitkan kemauan untuk berjuang merebut kemerdekaan 

bangsa, menegakkan kedaulatan rakyat serta mengisi dan mempertahankannya. 

Nilai-nilai yang terdapat dalam Pancasila, Proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 

1945 dan UUD 1945 merupakan nilai dasar dari jiwa dan semangat 45. Nilai-nilai 

45 lahir dan berkembang dalam perjuangan bangsa Indonesia dan merupakan daya 

dorong mental spiritual yang kuat untuk mencapai kemerdekaan. Tujuan Pembukaan 

Undang-Undang Dasar 1945 adalah sebagai berikut.

1. Ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa

2. Jiwa dan semangat merdeka

3. Nasionalisme

4. Patriotisme

5. Rasa harga diri sebagai bangsa yang merdeka

6. Pantang mundur dan tidak kenal menyerah

7. Persatuan dan kesatuan

8. Anti penjajah dan penjajahan

9. Percaya kepada diri sendiri dan atau percaya kepada 

kekuatan dan kemampuan sendiri

10. Percaya kepada hari depan yang gemilang dari bangsanya

11. Idealisme kejuangan yang tinggi

12. Berani, rela dan ikhlas berkorban untuk tanah air, bangsa, dan negara

13. Kepahlawanan

14. Sepiing pamrih rameing gawe

15. Kesetiakawanan, senasib sepenanggungan, dan kebersamaan

16. Disiplin yang tinggi

17. Ulet dan tabah menghadapi segala macam ancaman, tantangan, hambatan, dan gangguan.

C. Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai Satu Kesatuan 

Jiwa dan semangat para pendiri negara yang dioperasionalkan dalam jiwa dan 

semangat 45 dimaksudkan untuk menjaga tetap tegaknya negara kesatuan Republik 

Indonesia. Pasal 1 ayat (1) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan 

”Negara Indonesia ialah Negara Kesatuan, yang berbentuk Republik” dan Pasal 37 ayat 

(5) menegaskan ”Khusus mengenai bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia 

tidak dapat dilakukan perubahan”. 

Majelis Permusyawaratan Rakyat telah membuat ketetapan bahwa Negara 

Kesatuan Republik Indonesia tidak boleh diganggu gugat. Bentuk negara kesatuan 

bagi Indonesia sudah dianggap inal. Bagaimana bentuk kesatuan Indonesia, dapat 

diawali dengan pemahaman bahwa walaupun bangsa Indonesia terdiri atas berbagai 

suku, bangsa Indonesia adalah satu kesatuan. Menurut data Badan Pusat Statistik 

yang dilaksanakan pada tahun 2010, di Indonesia terdapat 1.128 suku bangsa. 

Kesatuan itu dapat dipandang dari 4 segi, yaitu politik, pertahanan keamanan, 

ekonomi, dan sosial budaya.

1. Indonesia sebagai Satu Kesatuan Politik

Sebagai satu kesatuan politik, Negara Kesatuan Republik Indonesia meletakkan 

Pancasila sebagai dasar dan falsafah serta ideologi bangsa dan negara, melandasi, 

membimbing, dan mengarahkan bangsa menuju tujuan nasional negara. Pancasila 

adalah dasar Indonesia yang tidak boleh di ganggu gugat oleh siapa pun, baik itu dari 

luar Indonesia maupun dari dalam, yaitu rakyat Indonesia itu sendiri. Secara psikologis, 

bangsa Indonesia harus merasa bahwa mereka adalah senasib, sepenanggungan, 

sebangsa, dan setanah air, serta satu dalam tekad untuk mencapai cita-cita bangsa. 

Seluruh kepulauan Nusantara ini  merupakan satu kesatuan hukum.

2. Indonesia sebagai Satu Kesatuan Wilayah

Seluruh wilayah Indonesia dengan segala isi dan kekayaan yang terkandung di 

dalam nya merupakan satu kesatuan wilayah, wadah, ruang hidup dan kesatuan yang 

mutlak bagi seluruh bangsa Indonesia. Ini menjadi modal dan milik bersama bangsa. 

Indonesia yang juga terdiri atas berbagai macam suku dan berbicara dalam berbagai 

bahasa daerah, memeluk dan meyakini berbagai agama dan kepercayaan terhadap 

Tuhan Yang Maha Esa haruslah merupakan satu kesatuan bangsa yang bulat dalam 

arti yang seluas-luasnya. Meski pun berbeda, Indonesia tetaplah satu.

3. Indonesia sebagai Satu Kesatuan Pertahanan dan Keamanan

Setiap warga negara memiliki hak dan kewajiban yang sama dalam rangka bela negara 

dan bangsa. Setiap ancaman terhadap suatu pulau atau suatu daerah pada hakikatnya 

merupakan ancaman terhadap seluruh bangsa Indonesia.

4. Indonesia sebagai Satu Kesatuan Ekonomi

Kekayaan wilayah Nusantara baik itu yang berupa potensial maupun efektif adalah 

modal dan milik bersama bangsa. Keperluan hidup sehari-hari harus tersedia merata 

di seluruh wilayah tanah air. Tak ada alasan untuk lebih mementingkan daerah A dan 

menelantarkan daerah yang lain. Atau, bahkan menguras atau mengeruk kekayaan 

daerah B untuk kepentingan daerah yang lain. Tingkat perkembangan ekonomi 

harus merata dan seimbang di seluruh daerah, tanpa meninggalkan ciri-ciri khas 

yang dimiliki oleh daerah-daerah dalam pengembangan kehidupan ekonominya.

5. Indonesia sebagai Satu Kesatuan Sosial dan budaya

Masyarakat Indonesia seluruhnya adalah satu. Per kehidupan bangsa harus merupakan kehidupan yang serasi dengan terdapatnya tingkat kemajuan masyarakat yang 

sama, merata dan seimbang serta adanya keselarasan kehidupan yang sesuai dengan 

kemajuan bangsa. Budaya Indonesia pada hakikatnya adalah satu, sedangkan 

keragaman yang ada di alamnya menggambarkan kekayaan budaya bangsa yang 

menjadi modal dan landasan pengembangan budaya nasional.

Khusus mengenai wilayah Indonesia, sejarah mencatat pada 13 Desember 1957, 

pemerintah Indonesia menge luar kan Deklarasi Djuanda. Deklarasi itu menya takan:

”Bahwa segala perairan di sekitar, di antara, dan yang menghubungkan pulau-pulau 

yang ter masuk dalam daratan Republik Indonesia, dengan tidak memandang luas atau 

lebarnya, adalah bagian yang wajar dari wilayah daratan Negara Republik Indonesia 

dan dengan demikian merupakan bagian daripada perairan pedalaman atau perairan 

nasional yang berada di bawah kedaulatan Negara Republik Indonesia. Penentuan 

batas laut 12 mil yang diukur dari garis-garis yang menghubungkan titik terluar pada 

pulau-pulau Negara Republik Indonesia akan ditentukan dengan Undang-Undang.”

Sebelumnya, pengakuan masyarakat interna sio nal mengenai batas laut teritorial hanya sepanjang 3 mil laut terhitung dari garis pantai pasang surut terendah. Deklarasi Juanda menegaskan bahwa Indonesia merupakan satu ke satuan wilayah Nusantara. Laut bukan lagi sebagai pemisah, tetapi sebagai pemersatu bangsa Indonesia.

Berdasarkan Deklarasi Juanda, Indo nesia menganut konsep negara kepulauan yang ber ciri Nusantara (archi pelagic state). Konsep itu kemu dian diakui dalam Konvensi Hukum Laut PBB 1982 (UNCLOS 1982 = United Nations Convention on the Law of the Sea) yang ditandatangani di Mon tego Bay, Jamaika, tahun 1982. Indonesia kemudian me ra tiikasi UNCLOS 1982 tersebut dengan mener bitkan UndangUndang Nomor 17 Tahun 1985. Se jak itu, dunia internasional mengakui Indonesia seba gai negara kepulauan. 

Berkat pandangan visioner dalam Deklarasi Djuanda, bangsa Indonesia akhirnya memiliki tambahan wila yah se luas 2.000.000 km2, termasuk sumber daya alam yang dikandungnya. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ski

SENI

B. Indonesia